Monday, March 3, 2008

Guru oh Guru

Tanpa kusadari, darah guru or tenaga pendidik begitu melekat dalam tubuh ini. Kakek saya seorang penilik sekolah, bapak saya guru, sebagian besar om dan tante saya juga guru dan kakak sulung saya pun seorang dosen. Saat ini,saya pun tertarik di dunia pendidikan padahal pada saat menjadi fresh graduated, saya menolak mentah-mentah tawaran menjadi dosen dengan alasan ingin mengubah garis keturunan (hiiikkk sok idealis…)

Setelah genap sebulan mendampingi Lia dalam mempersiapkan diri untuk UAN, baru terasa kalo menjadi guru or tenaga pendidik tidak hanya sekedar bermodalkan cuap-cuap tapi lebih dari itu.

Banyak hal-hal yang tak terduga terjadi, antara lain materi pelajaran yang 70% sudah saya lupa dan butuh waktu tuk meremind kembali, Lia yang sangat kritis dan sering mengajukan pertanyaan yang tak terduga dan membuat saya sport jantung, ditambah lagi mood Lia yang sering naek turun dan lebih parah lagi mood saya yang kayaknya lebih banyak turunnya daripada naeknya (waduh gawaaaaaaattttt…..). Selain itu saya pun kudu mengenal dunia Lia yang beranjak menjadi gadis remaja, menjadi teman curhatnya dan kudu bersedia mendengar celotehan dia.

Baru saya sadari bahwa begitu tidak pedulinya saya terhadap jasa guru-guru saya selama ini, terbukti sejak saya dinyatakan lulus, belum pernah sekali pun saya mengunjungi skolah-skolah saya dan mengucapkan ”Terima Kasih” kepada guru-guru saya.